Rabu, 25 Juni 2014

PUASA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA



Memaknai shaum rhomadhon 1435 H, sebagai wahana revolusi mental-pikiran dan ruhani umat Islam sedunia....

Sebentar lagi umat Islam sedunia akan menyambut dan melaksanakan puasa atau shaum wajib, Romadhon 1435 H. Puasa atau shaum merupakan perintah wajib khususnya bagi kaum mukminin, untuk mencapai kompetensi Tattaquun yaitu derajat taqwa. Sebagai mana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat :183, sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (Q.S al-Baqoroh:183).

Puasa atau shaum secara terminologi berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum Muhammad SAW., memiliki peran yang penting dalam membangun karakter mental-pikiran dan ruhani umat manusia. Khususnya dalam Dinul Islam perintah puasa ditujukkan sebagai proses pendidikan yaitu memanusiakan manusia---- proses perubahan dan revolusi mental-pikiran dan ruhani manusia dari sifat kebinatangan atau hewani menuju sifat ilahiah, yaitu taqwa. Hampir setiap perintah ubudiah pada hakikatnya adalah proses pendidikan agar manusia dapat membangun dirinya menjadi insan yang memiliki ahlaqul karimah, salah satunya adalah mendekatkan diri kepada sang pencipta yaitu bertaqwa.

Puasa adalah sarana dan wahana pendidikan dan latihan pengendalian sifat kebinatangan atau hewani yang ada pada diri manusia menjadi insan kamil yang sudah disibghoh oleh cahaya Ilahiah. Selama 11 bulan perut, mental-pikiran serta ruhani kita diisi oleh material-material keduniawian, kebinatangan dan hewaniah yang cenderung hanya memperhatikan urusan perut dan urusan seks semata. Sebagaimana seorang psikolog terkenal Freud mengatakan bahwa “ Kehidupan manusia adalah hanya sebatas dari tangan ke mulut”. Demikian juga banyak ahli filsafat yang menyatakan bahwa manusia disamping sebagai mahluk sosial homo homini socius, yang ekstrim menyatakan sebagai sosialitas premanis, yaitu sosialitas yang saling  memangsa dan saling membenci bahkan saling ‘menerkam’ antar manusia. Manusia lain adalah mangsa yang harus diibunuh dan ditiadakan. Bukan sekadar saingan, bukan pula sebagai  lawan tanding. Homo homini lupus, bermakna manusia adalah serigala bagi sesama. Pandangan yang ekstrim ini terjadi pada umat manusia di abad modern ini. Manusia sudah cenderung tersipuh dan terdidik oleh budaya dan PAKEM baru yaitu: pragmatisme, materialisme, hedonisme, sekularisme, sexualisme bahkan atheisme”.

Hampir setiap detik kita melihat dan mendengar di sosial media baik di TV, surat kabar, majalah, internet dll., yang secara vulgar memperlihatkan perilaku-perilaku kebinatangan seperti: sadisme, kekerasan, premanisme, kejahatan seksual, pedofilia, perselingkuhan, hubungan seks bebas, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, korupsi, kolusi dan nepotisme yang telah menjadi budaya atau kultur kuat di masyarakat, khususnya umat Islam. Bahkan kita lihat anak-anak muda para pelajar terbuai dengan perilaku kekerasan, hubungan seks bebas, narkoba, geng motor, video porno, pelecehan seksual dan lain sebagainya. Situasi ini sangat memprihatinkan kita semua, termasuk para pendidik di sekolah. Bebagai upaya melalui pendidikan terus dilakukan untuk mengatasi dan memperbaiki situasi yang “out of control” ini. Namun melalui upaya pendidikan formal saja tidak akan membantu memperbaiki dan mengubah perilaku masyarakat yang sudah menderita “penyakit” mental dan ruhani yang kronis ini. Maka salah satu alternatif yang jitu adalah berpuasa... Puasa yang dimaknai bukan sekedar menahan lapar haus dan dahaga saja sebagaimana hewan juga berpuasa dari makan dan minum bila sedang kekeringan dan bencana, akan tetapi shaum harus dimaknai lebih dalam lagi yaitu upaya pengendalian diri serta hawa nafsu dari sifat-sifat kebinatangan menuju manusia seutuhnya yang dibentengi dengan nilai-nilai taqwa.

Derajat shaum kita dari tahun ketahun haruslah meningkat, dari shaum awam (umum) ke shaum khusus--- tidak hanya menahan lapar, haus dan dahaga serta hubungan seks di siang hari, kita juga harus menjaga seluruh indera kita, menjaga lisan dan ucapan dari perkataan keji, dusta, fitnah dan saling menggunjing satu sama lain, menjaga mata dari melihat segala sesuatu yang diharamkan Allah SWT., menjaga telinga dari mendengar kata-kata dan berita yang tidak bermanfaat. Demikian juga derajat shaum kita harus terus ditingkatkan dengan senantiasa menjaga pikiran dan hati kita, dari pikiran dan angan-angan kotor dan dari niat busuk dan jahat kepada tafakur dan dzikir hanya kepada Allah. Sehingga bagaikan serangga yang melakukan metabola, bermatamorfosis sempurna mnjadi insan kamil, yang mendapat ampunan dan rahmat dari Allah SWT. 

Dengan shaum yang dimaknai dan dihayati oleh setiap individu mukmin dengan benar, maka dengan sendirinya akan membentuk karakter bangsa yang luhur. Tanpa perintah dan contoh baik dari guru, direktur, komandan, kepala bahkan tanpa intruksi dari pimpinan pemerintahan (RT-RW-LURAH-CAMAT-BUPATI-GUBERNUR-PRESIDEN), dengan otomatis shaum akan memiliki dampak positif terhadap pembentukan karakter bangsa yang diidam-idamkan oleh semua, yaitu bangsa yang memiliki budaya serta peradaban yang luhur, menghormati dan mematuhi nilai-nilai, hukum dan aturan yang berlaku, menjadi bangsa yang terhotmat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia. 

Mudah-mudahan kita dapat mengisi shaum romadhon 1435 H ini, dengan hati yang tulus dan mengharapkan ampunan serta hidayah dari Alloh SWT. Aamiinn...
Penulis dengan kerendahan hati mengucapkan selamat menjalakan ibadah shaum Romadhon 1435 H tahun 2014 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar