Rabu, 11 Juni 2014

Malpraktik evaluasi program pendidikan...



 Sudahkan kita menerapkan evaluasi pendidikan dengan benar...?
Evaluasi suatu program sangatlah penting dalam manajemen. Demikian juga evaluasi sangat krusial dan berharga dalam program pendidikan. Sering kita memaknai evaluasi bertujuan untuk melihat kelemahan dan kekurangan program itu sendiri. Sesungguhnya evalusi pada hakikatnya bertujuan bukan semata-mata untuk membuktikan atau menyetujui sesuatu hal, akan tetapi evaluasi bertujuan untuk  proses perbaikan dan peningkatan program dan kualitas pendidikan.(the purpose of evaluation is not to prove but to improve). Evaluasi bukan untuk menilai “baik” dan buruknya suatu program pendidikan akan tetapi untuk berbagai tujuan peningkatan dan perbaikan program pendidikan itu sendiri. Akibat kesalahan memaknai evaluasi program pendidikan tidak sedikit para pelaku pendidikan yang "phobia" terhadap proses evaluasi tersebut. Kita lihat betapi tegangnya seorang guru bila mau datang pengawas pendidikan. Demikian pula betapa "repot" dan sibuknya suatu lembaga misalnya jurusan atau prodi di suatu universitas dalam menghadapi akreditasi
BAN PT.

Evaluasi sangat berarti bagi seseorang yang ingin membuat keputusan  dalam berbagai aspek berkaitan dengan kebutuhan pendidikan, pemecahan masalah pendidikan, atau mengembangkan program pendidikan.

Dewasa ini evaluasi program pendidikan nampaknya mengalami “sakit” karena memperlihatkan gejala-gejala, seperti berikut:
1, Gejala menghindarkan diri dari evaluasi (The avoidance symptom).  Evaluasi sering dipandang sebagai proses yang menyakitkan, maka setiap orang berusaha untuk menghindar dari kegiatan tersebut, kecuali bila sangat membutuhkannya. Dalam dunia pendidikan, pihak manajemen sekolah jarang sekali melakukan evaluasi program terutama yang berhubungan dengan fungsi pengawasan dan finansial
2. Gejala kecemasan/kekhawatiran (The anxiety symptom). Kecemasan akan evaluasi terjadi pada praktisi dan evaluator professional. Evaluasi dianggap sebagai “pengadilan “ (judgment). Evaluator menyadari evaluasi sebagai kegiatan sambilan, ketidakcukupan informasi dan terjadi kesalahan proses.
3.  Gejala imobilisasi (The immobilization symptom). Kegiatan evaluasi jarang yang dilakukan secara sistemik. Sebuah program hanya dipandang sebagai sebuah model. Para evaluator tidak bertanggungjawab dan diam diri (immobilisasi) berhenti tidak melakukan evaluasi secara totalitas.
4. Gejala ketidakpercayaan (The skepticism symptom). Walaupun cukup bukti yang dibutuhkan serta cukup dasar teoritis yang mendukungnya untuk evaluasi, namun banyak orang hanya sedikit yang merencanakan evaluasi, karena memanadang kegiatan evaluasi tidak banyak berbuat sesuatu yang berarti bagi suatu program.
5. Gejala kurangnya petunjuk atau pedoman evaluasi (The lack of guidelines symptom). Bagi evaluator professional beranggapan bahwa untuk melaksanakan evaluasi tidak cukup pedoman atau petunjuk serta standar baku yang mendasari evaluasi tersebut.
6. Gejala kurangnya nasihat/bimbingan dalam evaluasi (The midadvice symptom). Beberapa konsultan evaluasi dalam penelitian pendidikan yang spesialisi metodologis sering memberikan bimbingan dan nasihat yang tidak berkualitas bagi para praktisi, evaluasi, karena mereka tidak cukup kompeten dan tidak mampu mendesain evaluasi dengan baik.
7. Gejala Tidak ada perbedaan yang nyata dari kegiatan evaluasi (The No-significant difference symptom). Beberapa hasil komparasi penelitian evaluasi, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan perihal validitas program.
8. Gejala kehilangan unsur penting dalam evaluasi (The missing elements symptom). Kurangnya dasar teoritis dan metodologi serta elemen penting yang dibutuhkan untuk evaluasi, serta minimnya informaasi khusus dan instrument juga desian evaluasi.
Kenapa gejala-gejala “sakit” dalam evaluasi program tersebut muncul…?
  1. Berkaitan dengan masalah definisi evaluasi.
    1. Masih banyak orang yang tidak memahami definsi evaluasi dengan benar (E = M, evaluasi identik dengan pengukuran matematik).
    2. kecocokan definisi. Definisi evaluasi menentukan kesesuaian anatara kinerja dan tujuan (performance and behavioral objectives).  E=  P = O)
    3. Definisi keputusan (judgment). Evaluasi adalah keputusan professional (the evaluation is professional judgment).  E = PJ
  2. Masalah Pengambilan keputusan (The problem of decision making). Alasan utama proses evaluasi itu sangat sulit adalah kurangnya pengetahuan proses pengambilan keputusan dan juga metodologi yang berhubungan dengan evaluasi untuk pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan oleh beberpa factor, yaitu: 1) kesadaran akan kebutuhaan pengambilan keputusan tidak terjadi secara spontan; 2) minimnya taksonomi keputusan pendidikan( Kelas tertentu tentang keputusan berhubungan dengan akhir program (tujuan, clien), kebermaknaan (program, strategi, format kinerja, spesifikasi), fungsi (tugas, ekspektasi, aksi dan kinerja), norma (hukum, standar, aturan), alokasi (dana), perintah/pesanan (prioritas, waktu, skhedul), tempat dan penguatan.3) minimnya metodologi evaluasi pengambil keputusan akhirnya akan menjadi pelayanan/pengabdian.
  3. Masalah Nilai dan criteria
  4. Masalah level administratif
  5. Masalah model penelitian      
                                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar