Kamis, 10 Juli 2014

ATURAN DOMISILI DALAM PPDB KOTA BANDUNG

Sistem Domisili dalam PPDB Kota Bandung....
Apakah solusi untuk kepentingan dunia pendidikan atau kepentingan politik semata..??

Penulis tersentak ketika melihat beberapa nilai UN peserta didik SMP  Z ada yang skornya 30, 80, padahal paling tinggi skor maksimum nilai UN SD adalah 30. Pada tahun ajaran baru 2014/2015 penerimaan peserta didik baru mulai dari tingkat SD sampai SMA diberlakukan sistem domisili. Siswa yang berada dalam kota dengan radius 2 km mendapatkan skor tambahan nilai UN sebesar 1,36 poin, sehingga nilai UN bisa bertambah. Di sekolah X yang saya pantau passing grade terendah nilai UN nya sebesar 16,... Coba bayangkan berpa nilai UN yang sebenarnya sebelum ditambahkan poin 1,36. 

Ide awalnya, bapak walikota Bandung mengeluarkan aturan domisili ini didasarkan pada kepentingan politik dan publik kota bandung, yaitu untuk mengurangi kemacetan di kota bandung..karena kita sadari kota bandung sudah "heurin ku tangtung" sudah macet dimana-mana. Tapi apakah kebijakan ini tidak intervensi terhadap kepentingan dan kualitas pendidikan di kota Bandung..?

Banyak orang tua siswa yang mengeluh dan menggerutu atas kebijakan dan aturan Bapak Wali kota Bandung ini.. Orang tua siswa yang berasal dari luar kota Bandung yang merasa bingung dan galau memasukan anaknya ke sekolah negeri yang bagus. Sementara tidak ada penambahan poin nilai UN. Banyak yang tidak keterima di sekolah negeri dan akhirnya dengan terpaksa memasukan putra - putrinya ke sekolah swasta, walaupun biayanya cukup besar, karena siswa yang daftar di sekolah negeri yang berasal dari luar kota kena finalti aturan Quota... Laksaana quota haji....

Melihat kasus-kasus dan fakta-fakta di lapangan maka kebijakan Bapak wali kota Bandung ini seyognya perlu ditinjau ulang untuk tahun mendatang, karena tidak esensial untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan aturan ini, seolah-olah pendidikan terkungkung oleh ruang dan domisili seseorang, sementara banyak putra-putri bangsa yang kompeten dan berprestasi tidak bisa menikmati pendidikan di sekolah negeri yang kuliatasnya jauh dibandingkan dengan sekolah-sekolah swasta..

Untuk kebijakan kedepan perlu memperhatikan:
1.  Perlu sosialisasi yang terbuka dan meluas ke seluruh lapisan masyarakat, baik untuk penduduk kota bandung atau kabupaten bandung atau wilayah di kota bandung.
2.  Asal sekolah bukan domisili siswa, dan untuk domisili siswa yang berada di perbatasan sebaiknya tidak kena quota..
3. Penambahan poin Nilai UN bagi siswa yang berada di dalam kota rasanya tidak adil, karena dapat mengurangi kualitas pendidikan itu sendiri..
4. Solusi terbaik untuk tahun mendatang sebaiknya untuk daftar ke sekolah negeri mulai dari SD, SMP dan SMA dilakukan testing yang dapat melihat real kompetensi siswa di kota Bandung.

1 komentar:

  1. Ada alasan mengapa sistem testing dihentikan dan diganti menjadi menggunakan nilai ujian (UMP, UAN, UN, UASBN, US/M, dan nama-nama lainnya jika ada):

    1. Standar mutu tes bisa berbeda dari sekolah ke sekolah. Materi dan tingkat kesulitan tes di sekolah A bisa berbeda dengan di sekolah B.

    2. Siswa yang ingin memiliki rencana A, rencana B, dst. harus menghadiri dan mengerjakan berbagai tes di berbagai sekolah dengan materi dan tingkat kesulitan yang beragam (poin 1) pada waktu yang berdekatan, bahkan mungkin berbentrokan. Ini menguras energi siswa dan sangat mungkin performanya malah tidak maksimal.

    3. Sistem testing cenderung tertutup, sehingga pengawasan lebih sulit. Kecurangan lebih mudah terjadi. Jika pada sistem PPDB online sekalipun masih ada siswa titipan, jangan berpikir sistem testing akan bersih dari upaya-upaya curang demi memperoleh kursi.

    BalasHapus