Senin, 08 Juli 2019

ATURAN SISTEM ZONASI PPDB 2019..

Adalah suatu kenyataan kebijakan baru pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan telah menerapkan aturan baru zonasi dalam penerimaan siswa baru (PPDB) tahun ini. Tentunya ada nilai positif dan negatif dari kebijakan tersebut. Namun kebijakan ini semoga tidak mengurangi prinsip-prinsip pendidikan untuk semua (Education for all).

Dengan penerapan sistem zonasi maka sistem persekolahan harus berubah secara mendasar. Menurut hemat penulis sebaliknya bukan hanya zonasiperihal wilayah yang diukur dengan jarak sekolah - tempat tinggal, akan tetapi penerapan sistem zonasi harus lebih bermakna, misalnya dapat mengembangkan kearifan lokal (Local wisdom), dengan menerapkan kultur dan budaya daerah setempat dalam proses belajar dan pembelajaran, sehingga menjadi instrumentasi dalam pembekalan nilai-nilai kehidupan hakiki yang positif bagi generasi muda. Sistem zonasi tidak menjadi barrier dan penghalang seseorang untuk dapat menikmati layanan pendidikan yang berkualitas. Demikian pula penerapan sistem zonasi hendaknya tidak menghantui seseorang untuk berkelana mencari ilmu sebagaimana ungkapan "Carilah ilmu sampai ke negeri china".

Yang perlu diperhatikan bagi seluruh stakeholder pendidikan, dengan penerapan sistem zonasi ini adalah sebagai berikut: apakah sarana dan prasarana sekolah sudah siap dan berdistribusi merata untuk semua jenjang sekolah di seluruh tanah air..? Apakah kualitas pendidik (guru) termasuk kepala sekolah sudah sesuai kompetensinya dan profesional..? Apakah lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar cukup kondusif membantu pengembangan pendidikan ?..Apakah manajemen sekolah sudah mumpuni dan sanggup meningkatkan layanan pendidikan yang berkualitas..?

Demikian paparan singkat, bagi kita semua pemerhati pendidikan. Semoga menjadi bahan umpan balik untuk menjadi bahan refleksi kebijakan sistem zonasi PPDB tahun 2019..

Selasa, 10 November 2015

Menyoal Kualitas Pendidikan IPA

       Penulis merasa terhentak setelah membaca laporan yang diterbitkan oleh organisasi pendidikan dunia,  Organization for Economic and Cooperation Development (OECD), tentang hasil Tes yang dilakukan oleh The Programme for International Student Assesement (PISA) tahun 2012, ternyata Indonesia berada di ranking 64 dari 65 negera peserta yang ikut tes PISA tersebut. Indonesia berada satu peringkat di atas Peru, dan jauh dari peringkat negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand apalagi dibandingkan dengan Vietnam. Sebagai catatan kemampuan literasi sains siswa-siswi kita, pada tahun 2000 dimana pertama kalinya PISA diselanggarakan, Indonesia berada di peringkat 39 dari 41 negara, pada tahun 2003 berada di peringkat 38 dari 40 negara, pada tahun 2006 berada pada peringkat 50 dari 57 negara, pada tahun 2009 berada pada peringkat 60 dari 65 negara, dan terakhir pada tahun 2012 Indonesia berada diperingkat 64 dari 65 negara. Berdasarkan catatan tersebut, menunjukkan kemampuan literasi sains putra putri kita terus menurun dari tahun ke tahun. Ada apa gerangan dengan pembelajaran IPA Sekolah menengah tingkat pertama di negeri ini...???
         Walaupun hasil tes PISA bukan satu-satunya indikator tentang kualitas pendidikan IPA di Indonesia tertutama di jenjang pendidikan tingkat pertama (SMP) dan sederajat, namun ini menjadi satu gambaran sekaligus tamparan bagaimana literasi sains siswa siswi kita masih jauh dari harapan. 
       Hasil tes PISA harus menjadi umpan balik, untuk evaluasi menyeluruh tentang sistem pendidikan di Indonesia, khususnya tentang pendidikan IPA. Kita tidak perlu menyalahkan salah satu atau dua pihak tertentu, dan kita tidak bisa mengkambing hitamkan pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, seluruh stakholder pendidikan harus mau mengkoreksi dan mengevaluasi sistem pendidikan yang telah berjalan selama ini.
         Sistem pendidikan yang dimaksud adalah berbagai aspek yang mendukung terhadap ketelksaanya pendidikan, seperti unsur Kurikulum, input pendidikan guru, kualitas pembelajaran, kompetensi guru, sarana pembelajaran, sistem evaluasi, dsb.. Mari kita evaluasi satu persatu komponen tersebut. Pada komponen apa yang menjadi kewenangan masing-masing. Segeralah perbaiki untuk meningkatkan kuliatas pendidikan IPA di tanah air. KIta belum terlambat.. Semua stakeholder pendidikan, baik pemerintah, swasta, masyarakat, pengelola pendidikan, LPTK, perguruan tinggi dan komponen bangsa lainnya harus mau mengubah pradigma dan cara berpikir kita dalam memandang pendidikan sebagai sarana memanusiakan manusia..

Senin, 27 Juli 2015

Selamat idul fitri 1436 H

Kepada seluruh kerabat, handai taulan, teman, saudara...
Kami mengucapkan Selamat hari Raya Idul Fitri 1 syawal 1436 H,  Mohon maaf lahir dan bathin... 
Taqqoballallohu minna wa minkum..shiyaamana, washiyaamakum.. 
Semoga kita semua dapat kembali kepada fitroh dan mendapatkan ridho Allah SWT.. Aamiinn..

Selasa, 23 Juni 2015

Orientasi Pendidikan abad ke-21, Karakter dan Keterampilan



Pendidikan adalah usaha  yang dilakukan secara sadar, terencana dan terprogram untuk mengubah kognisi, sikap dan perilaku manusia ke arah yang progresif. Pendidikan dilakukan melalui  segala upaya dan strategi pembelajaran baik melalui pendidikan formal, informal maupun non-formal. Pembelajaran akan bermakna apabila siswa dilibatkan   melalui pengalaman langsung dan tidak sekedar melakukan pengamatan belaka, akan tetapi siswa didorong harus menghayati, terlibat langsung dalam kegiatan, dan bertanggung jawab terhadap capaian hasilnya (Learning not just for sake doing, but learning for sake understanding).

Pendidikan pada abad ke-21 menghendaki penguasaan ilmu dan pengetahuan secara komprehensif serta menguasai berbagai keterampilan untuk bekal kehidupan siswa kelak bla sudah terjun ke masyarakat. Berbagai keterampilan yang diperlu dikuasai oleh siswa pada abad ke-21 meliputi:
(1) Kecakapan belajar dan inovasi yang meliputi: berpikir kritis dan pemecahan masalah,   komunikasi dan kolaborasi, serta kreativitas dan inovasi.
(2) Kecakapan melek teknologi yang meliputi: melek informasi, media dan teknologi informasi dan komunikasi (ICT)
(3) Kecakapan hidup dan karier yang meliputi: keluwesan dan penyesuaian diri, inisiatif dan arahan diri, interaksi sosial dan interaksi lintas budaya, produktivitas dan akuntabilitas, kepemimpinan dan tanggung jawab.

Berbagai kecakapan belajar tersebut dapat dilatihkan dan dibelajarkan kepada siswa dengan menggunakan berbagai model atau pendekatan belajar yang sesuai, sehingga siswa dapat terampil mememecahkan masalah, berpikir kritis, berkomunikasi dan berkolaborasi, kreatif dan inovatif. Demikian juga pembelajaran di sekolah harus mendorong serta memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kecakapan penguasaan media serta teknologi informasi berbasis ICT.

Untuk mengembangkan kecakapan hidup serta karir perlu terus didorong dengan menumbuhkan sikap positif pada sisiwa serta menumbuhkan karkater yang utuh. Perilaku berkarakter yang diharapkan dapat ditumbuhkan pada siswa setidaknya mengacu pada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas. Nilai-nilai karakter tersebut antara lain: (1) religious, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerjakeras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat / komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab.

 Sumber: Framework for 21st Century Learning . The Partnership for 21st Century Skills .

Senin, 16 Maret 2015

Metafora Peran Guru dalam KBM

Apakah Anda berperan sebagai guru yang memiliki tipe 1 diantara 5 metafora guru berikut...?






1. Guru sebagai actor, harus mampu memainkan berbagai peran, baik peran baik protagonis maupun peran jelak-antagonis, bersama siswa menjadi pelaku dan pemeran utama baik sebagai "teman" maupun "lawan" untuk memerankan setiap karakter dari inti materi pelajaran yang dibahas.
2. Guru Sebagai deliverer, layaknya sebagai tukang pos menyampaikan pesan/surat kepada konsumen, hanya  transfer pengetahuan semata kepada siswa.
3. Sebagai  Bartender, yang melayani semua pesanan para konsumen, melayani semua kebutuhan dan keinginan siswa di kelas.
4. Sebagai gardener, yang berperan memupuk, menumbuhkan, menyiram setiap bakat dan minat siswa sehingga dapat tumbuh dan  berkembang menjadi siswa yang tumbuh sesuai bakatnya, kalau perlu diberikan hormon untuk menumbuhkan bakanya secara cepat, seperti perlakuan khusus pada anak berbakat pada kelas akselerasi..
5. Sebagai navigator atau guider memberikan petunjuk, pedoman dan arah serta bimbingan, agar siswa dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakan dan minatnya masing-masing secara alamiah, tanpa memaksakan keinginan siswa..

Seorang guru yang memiliki jam terbang mengajar tinggi tentunya memiliki "repertoire" yang bagus, namun apakah pengalaman tersebut menjadi tolok ukur keberhasilanya dalam membelajarkan siswa di kelas...? Demikian pula guru yang menguasai materi pelajaran yang mumpuni, apakah menjadi jaminan dapat membelajarkan siswanya di kelas dengan baik...?. Ini menjadi bahan renungan bagi setiap guru, agar terus meningkatkan pengetahuan, dan keterampilannya dalam mengelola kelas, menguasai pedagogi serta mengajar sepenuh hati yang dapat memberikan "nurturant" efek yang baik terutama "life skill", bagi bekal siswa-siswi kelak hidup bermasyarakat.

Selasa, 10 Februari 2015

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)

Apakah KKNI itu....?
Apakah KKNI menunjukkan Kualifikasi Sumber daya Manusia Indonesia...??


Sejak ditetapkannya Peraturan Presiden tanggal 17 Januari 2012 , Presiden RI telah mengeluarkan Peraturan baru yaitu Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia yang mengatur tentang: jenjang, penyetaraan, dan penerapan kualifikasi sumber daya manusia Indonesia. 

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) atau Indonesian Qualification Framework  adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Kualifikasi pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) merefleksikan capaian pembelajaran (learning outcomes) yang diperoleh seseorang melalui berbagai jalur dan jenjang yaitu:  (1) pendidikan; (2) pelatihan; (3) pengalaman kerja, dan (4) pembelajaran mandiri.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) merupakan kerangka pendidikan nasional yang diharapkan dapat membangun kesadaran mutu para penyelenggara pendidikan di Indonesia untuk menghasilkan kualitas SDM yang sesuai dengan deskriptor kualifikasi dan menjadi fondasi pengakuan, akses, kolaborasi  sumber daya manusia  di dunia Internasional dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing bangsa. Selain itu, melalui KKNI diharapkan dapat mendorong terbangunnya country education profile yaitu profil pendidikan dengan data yang komprehensif. Jadi KKNI merupakan tolok ukur sebagai upaya untuk mewujudkan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia.
Dengan dikeluakannya PP tentang KKNI ini diharapkan dapat mengubah cara pandang terhadap kompetensi seseorang, tidak lagi semata dari Ijazah pendidikan formal, akan tetapi dengan melihat kepada kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non-formal,  in formal atau otodidak) yang akuntabel dan transparan.

Dengan dikeluarkannya KKNI mengisyaraktakn kepada seluruh stakeholder pendidikan baik formal, non-formal maupun informal untuk mengacu kualitas lulusan sesuai dengan standar leaning outcomes setiap jenjang dalam KKNI. Adapun pengelompokkan kulifikasi sumber daya manusia indonesia menurur KKNI adalah sebagai berikut: Jenjang 1 sampai dengan jenjang 3 dikelompokkan dalam jabatan operator; jenjang 4 sampai dengan jenjang 6 dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis; jenjang 7 sampai dengan jenjang 9 dikelompokkan dalam jabatan ahli.

Secara umum Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), terdiri atas 9 (sembilan)  jenjang atau level. Adapun keterkaitan antara latar pendidikan seseorang dengan jenjang bisa dilihat dalam gambar di bawah ini:

 KKNI

Selengkapnya Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dapat diunduh melalui tautan di bawah ini:


(Sumber: inti sari PP No 8 tahun 2012)

Minggu, 01 Februari 2015

Masalah Krusial Praktik Pendidikan di Indonesia

Pendidikan adalah segala upaya yang dilakukan secara sadar, untuk mengubah pola pikir, itikad, pola sikap dan perilaku manusia. Melalui pendidikan, yang tadinya kita tidak tahu sesuatu menjadi tahu, tadinya kita tidak bisa berbuat sesuatu menjadi bisa. 
Pendidikan bukanlah barang baru dalam konteks perjalanan sejarah, sejak Nabi Adam A.S. diciptakan manusia sudah diajarkan oleh Sang Maha Pencipta untuk mengenal nama-nama, begitupun kala wahyu pertama turun Qur'an Surat Al'alaq kepada Rosululloh Muhammad SAW di Gua Hiro juga berisi muatan pendidikan           "Baca" bacalah dengan menyebut Nama Tuhan mu yang menciptakan, menciptakan manusia dari segumpal darah..."
Sampai saat ini pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia, yang akan terus berlangsung sepanjang hayat manusia mulai dari buaian sampai liang lahat. Pendidikan terjadi baik secara formal maupun non formal untuk mencapai perubahan dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak manusia dari kegelapan ke dalam cahaya ilmu yang terang benderang. Dari Jahiliah (baca:kebodohan) menuju nu cahaya kebenaran dan kebaikan.
Praktik pendidikan formal terus berkembang dari zaman ke zaman, dari pola pendidikan sederhana sampai yang modern. Mulai dari metode dan pendekatan yang konvensional sampai yang canggih dengan serba multi media dan berbasis web. Demikian pula kurikulum pendidikan formal terus digali, dikembangkan dan disempurnakan, mulai dari doktrin "teacher centered" sampai berubah menjadi doktrin "student centered".
Namun dari segala upaya para ahli pendidikan, terhadap upaya penyelenggaraan pendidikan di tanah air, rasanya masih jauh panggang dari api, masih jauh cita-cita perwujudan tujuan dan hakikat pendidikan itu sendiri dengan melihat kualitas para lulusan. Pendidikan dewasa ini sepertinya masih cenderung pemenuhan otak dan kognitif semata, belum bermakna bagi kehidupan. Coba kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya siswa-siswa di sekolah menengah (SMA), siswa kurang peduli dengan kejadian yang terjadi disekitarnya. Umumnya siswa belum bisa mempraktikan teori-teori serta konsep-konsep yang mereka pelajari di bangku sekolah. Mereka belajar tentang listrik, tetapi bila disuruh memasang rangkain listrik, stop kontak, memperbaiki strika listrik, dll., di rumah oleh orang tuanya mereka tidak bisa mempraktikannya. Demikian pula mereka belajar tentang pencemaran, sampah dan bahaya sampah namun tidak sedikit yang tidak peduli terhap permasalahan sampah ini, mereka seenaknya membuang sampah sembarangan dan tidak mau mencoba mengolah sampah di lingkungan keluarganya.Lebih parah lagi siswa diajarkan tentang bahaya rokok yang mengandung berbagai racun atau toksin yang merusak tubuh, namun tidak sedikit kita lihat siswa-siswi SMP, SMA,SMK yang secara terang-terangan merokok dihadapan publik.
Jadi permasalahan krusial pendidikan di bumi Indonesia ini adalah bagaimana merelevansikan pengetahuan teoritiris yang dimiliki siswa dengan praktik dari teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Belajar bermakna (deep leraning) adalah menjadi suatu keharusan para pendidik untuk terus diterapkan dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan di tanah air ini, sehingga betul-betul dapat menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas.