Memaknai
shaum rhomadhon 1435 H, sebagai wahana revolusi mental-pikiran dan ruhani umat
Islam sedunia....
Sebentar lagi umat Islam sedunia
akan menyambut dan melaksanakan puasa atau shaum wajib, Romadhon 1435 H. Puasa
atau shaum merupakan perintah wajib khususnya bagi kaum mukminin, untuk
mencapai kompetensi Tattaquun yaitu derajat taqwa. Sebagai mana firman Allah
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat :183, sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
Wahai orang-orang yang beriman,
diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang
sebelum kalian agar kalian bertakwa (Q.S al-Baqoroh:183).
Puasa atau shaum secara
terminologi berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai
dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Puasa sebagaimana telah diwajibkan
kepada umat-umat sebelum Muhammad SAW., memiliki peran yang penting dalam
membangun karakter mental-pikiran dan ruhani umat manusia. Khususnya dalam
Dinul Islam perintah puasa ditujukkan sebagai proses pendidikan yaitu memanusiakan
manusia---- proses perubahan dan revolusi mental-pikiran dan ruhani manusia dari
sifat kebinatangan atau hewani menuju sifat ilahiah, yaitu taqwa. Hampir setiap
perintah ubudiah pada hakikatnya adalah proses pendidikan agar manusia dapat
membangun dirinya menjadi insan yang memiliki ahlaqul karimah, salah satunya
adalah mendekatkan diri kepada sang pencipta yaitu bertaqwa.
Puasa adalah sarana dan wahana pendidikan
dan latihan pengendalian sifat kebinatangan atau hewani yang ada pada diri manusia
menjadi insan kamil yang sudah disibghoh oleh cahaya Ilahiah. Selama 11 bulan
perut, mental-pikiran serta ruhani kita diisi oleh material-material
keduniawian, kebinatangan dan hewaniah yang cenderung hanya memperhatikan urusan
perut dan urusan seks semata. Sebagaimana seorang psikolog terkenal Freud
mengatakan bahwa “ Kehidupan manusia adalah hanya sebatas dari tangan ke mulut”.
Demikian juga banyak ahli filsafat yang menyatakan bahwa manusia disamping
sebagai mahluk sosial homo homini socius, yang
ekstrim menyatakan sebagai sosialitas premanis, yaitu sosialitas yang saling memangsa
dan saling membenci bahkan saling ‘menerkam’ antar manusia. Manusia lain adalah
mangsa yang harus diibunuh dan ditiadakan. Bukan sekadar saingan, bukan pula sebagai
lawan tanding. Homo homini lupus, bermakna manusia
adalah serigala bagi sesama. Pandangan yang ekstrim ini terjadi pada umat
manusia di abad modern ini. Manusia sudah cenderung tersipuh dan terdidik oleh
budaya dan PAKEM baru yaitu: pragmatisme,
materialisme, hedonisme, sekularisme, sexualisme bahkan atheisme”.
Hampir setiap detik kita
melihat dan mendengar di sosial media baik di TV, surat kabar, majalah, internet
dll., yang secara vulgar memperlihatkan perilaku-perilaku kebinatangan seperti:
sadisme, kekerasan, premanisme, kejahatan seksual, pedofilia, perselingkuhan,
hubungan seks bebas, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, korupsi, kolusi dan
nepotisme yang telah menjadi budaya atau kultur kuat di masyarakat, khususnya
umat Islam. Bahkan kita lihat anak-anak muda para pelajar terbuai dengan
perilaku kekerasan, hubungan seks bebas, narkoba, geng motor, video porno,
pelecehan seksual dan lain sebagainya. Situasi ini sangat memprihatinkan kita
semua, termasuk para pendidik di sekolah. Bebagai upaya melalui pendidikan
terus dilakukan untuk mengatasi dan memperbaiki situasi yang “out of control” ini. Namun melalui upaya
pendidikan formal saja tidak akan membantu memperbaiki dan mengubah perilaku
masyarakat yang sudah menderita “penyakit” mental dan ruhani yang kronis ini.
Maka salah satu alternatif yang jitu adalah berpuasa... Puasa yang dimaknai
bukan sekedar menahan lapar haus dan dahaga saja sebagaimana hewan juga
berpuasa dari makan dan minum bila sedang kekeringan dan bencana, akan tetapi
shaum harus dimaknai lebih dalam lagi yaitu upaya pengendalian diri serta hawa nafsu dari
sifat-sifat kebinatangan menuju manusia seutuhnya yang dibentengi dengan
nilai-nilai taqwa.
Derajat shaum kita dari tahun ketahun haruslah meningkat, dari shaum awam (umum) ke shaum khusus--- tidak hanya menahan lapar, haus dan dahaga serta hubungan seks di siang hari, kita juga harus menjaga seluruh indera kita, menjaga lisan dan ucapan dari perkataan keji, dusta, fitnah dan saling menggunjing satu sama lain, menjaga mata dari melihat segala sesuatu yang diharamkan Allah SWT., menjaga telinga dari mendengar kata-kata dan berita yang tidak bermanfaat. Demikian juga derajat shaum kita harus terus ditingkatkan dengan senantiasa menjaga pikiran dan hati kita, dari pikiran dan angan-angan kotor dan dari niat busuk dan jahat kepada tafakur dan dzikir hanya kepada Allah. Sehingga bagaikan serangga yang melakukan metabola, bermatamorfosis sempurna mnjadi insan kamil, yang mendapat ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
Dengan shaum yang dimaknai dan dihayati oleh setiap individu mukmin dengan benar, maka dengan sendirinya akan membentuk karakter bangsa yang luhur. Tanpa perintah dan contoh baik dari guru, direktur, komandan, kepala bahkan tanpa intruksi dari pimpinan pemerintahan (RT-RW-LURAH-CAMAT-BUPATI-GUBERNUR-PRESIDEN), dengan otomatis shaum akan memiliki dampak positif terhadap pembentukan karakter bangsa yang diidam-idamkan oleh semua, yaitu bangsa yang memiliki budaya serta peradaban yang luhur, menghormati dan mematuhi nilai-nilai, hukum dan aturan yang berlaku, menjadi bangsa yang terhotmat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Mudah-mudahan kita dapat
mengisi shaum romadhon 1435 H ini, dengan hati yang tulus dan mengharapkan
ampunan serta hidayah dari Alloh SWT. Aamiinn...
Penulis dengan kerendahan hati
mengucapkan selamat menjalakan ibadah shaum Romadhon 1435 H tahun 2014 ini.